Kamis, 06 Oktober 2011

Implikasi Teori Belajar Kontruktivistik Terhadap Inte;ektual Remaja


PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
IMPILKASI TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
TERHADAP INTELEKTUAL REMAJA

NAMA KELOMPOK
KELAS IIC
v  DEWI ANGGERENI                                                        2010.11.1.0060
v  HALIMAH                                                                         2010.11.1.0072
v  NI MADE MEGA KUMALA DEWI                              2010.11.1.0087
v  NI NYOMAN WAHYU TRIA SUSANTI                      2010.11.1.0098
v  IRAMELDA NJUMARA                                                 2010.11.1.0101

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
IKIP PGRI BALI
2010/2011

DAFTAR ISI
BAB I     : PENDAHULUAN
1.1          Latar Belakang
1.2          Rumusan Masalah
BAB II    : PEMBAHASAN
2.1            TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
a.       Pengertian dan teori belajar konstruktivistik
b.      Tujuan teori konstruktivistik
c.       Ciri-ciri Pembelajaran Secara Konstruktivistik
d.      Prinsip-prinsip Konstruktivistik
e.       Hakikat Anak Menurut Teori Belajar Konstruktivistik
f.       Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Konstruktivistik
2.2            INTELEKTUAL
a.       Pengertian Intelektual
b.      Faktor yang Mempengaruhi Intelektual Anak
2.3            IMPLIKASI TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK TERHADAP INTELEKTUAL REMAJA
a.       Implikasi Teori Konstruktivistik pada Pembelajaran
b.      Pandangan Konstruktivistik Tentang Pembelajaran
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  .Latar belakang
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif  mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar. Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, mengutamakan proses, menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social,  pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman Pranata.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Pengertian dan tujuan serta ciri-ciri Teori Belajar Konstruktivistik
2.      Prinsip-prinsip dan hakikat anak menurut teori Konstruktivistik
3.      Pengertian Intelektual
4.      Implikasi teori belajar Konstruktivistik terhadap Intelektual
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
A.  PENGERTIAN DAN KONSTRUKTIVISME
Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru.  Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno, 1997).
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.Sedangkan menurut (Tran Vui) Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri.sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang lain.
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
B.     Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
a.       Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b.      Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
c.       Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
d.      Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e.       Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.  Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).
Ø  Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
v  Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
v  Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997)Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah.  Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial.  Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991).  Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan   konstruktivisme sosio (socio-constructivism), siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi  untuk merespon masalah yang diberikan.  Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio ini sangat sesuai dengan karakteristik RME.
C.    CIRI-CIRI PEMBELAJARAN SECARA KONSTUKTIVISME
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah
1.      Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenar
2.      Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
3.      Menyokong pembelajaran secara koperatif Mengambilkira sikap dan pembawaan murid
4.      Mengambilkira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide
5.      Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid
6.      Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
7.      Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
8.      Menggalakkan proses inkuiri murid mel alui kajian dan eksperimen.


D.    PRINSIP-PRINSIP KONSTRUKTIVISME
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
1.      Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2.      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
3.      Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
4.      Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5.      Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6.      Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7.      Mmencari dan menilai pendapat siswa
8.      Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
E.     HAKIKAT ANAK MENURUT  TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.
Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme,
v  Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut:
1.      siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,
2.      belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,
3.      pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal,
4.       pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas,
5.      kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa jugaa disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan;
1.      perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama,
2.      tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual, dan
3.      gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Ø  Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
1.      tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
2.      kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
3.      peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
F.     KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI KONSTRUKTIVISTIK
v  Kelebihan
1.      Berfikir alam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
2.      Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
3.      Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
4.      Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
5.      Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.
v  Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya kurang begitu mendukung.
2.2  INTELEKTUAL
A.    Pengertian Intelektual
Intelek merupakan daya upaya atau  potensi untuk memahami sesuatu hal yang menggambarkan kemampuan seseorang dalam berfikir atau bertindak secara abstrak, kesanggupan mental untuk memahami, mengamati, menghubungkan suatu kemampuan secara efektif. Pembahasan tentang intelek tidak akan terlepas dari intelegensi.
Intelek anak tidak mudah diukur karena perkembangan kemampuan berfikirnya tidak dapat dilihat. Anak melihat kenyataan berdasarkan informasi yang terbatas. Namun perkembangan intelek atau intelegensi anak dapat diukur melelui tes intelegensi. Melalui tes intelegensi ahli psikolog dapat memahami kemampuan intelek seseorang yang dibawa sejak lahir. Dengan adanya tes intelegensi akan diperoleh angka-angka sehingga dapat ditemukan presentasi individu pada skor IQ tertentu.
Namun hasil dari tes intelegensi kurang efektif untuk memprediksi prestasi diluar akademik. Jadi orang yang memiliki kemampuan intelek baik belum tentu memiliki kemampuan prestasi diluar akademik yang baik juga. Begitu juga sebaliknya. Orang yang memiliki kemampuan intelek rendah belum tentu memiliki kemampuan prestasi diluar akademik yang rendah juga.
v  Beberapa istilah intellecct berarti antara lain :
1.      Kekuataan mental dimana manusia dapat berpikir
2.      suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas yang berkenaan dengan berpikir (misalnya menghubungkan, menimbang, dan memahami); dan
3.      kecakapan,terutama kecakapan yang tinggi untuk berpikir; (bandingkan dengan intelligence.
4.      kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, dan sebagainya. Dengan demikian kecakapan berbeda dari kemauandan perasaan,
5.       Kecakapan mental yang besar,sangat intellegence, dan
6.      Pikiran atau inteligensi.
B.     Factor yang mempengaruhi perkembangan intelek anak, antara lain :
a.       Faktor Hereditas
Kemampuan intelegensi diperoleh melalui bawaan artinya diperoleh melalui gen. Sejak dalam kandungan ibu, anak telah memiliki karakteristik yang dapat menunjukan daya intelektualnya. Perkembangan intelek seseorang juga akan bertambah dibarengi dengan bertambahnya usia, Jadi semakin bertambah usia atau umur seseorang semakin bertambah pula kemampuan intelek yang dimilikinya.
b.      Lingkungan
Kecerdasan seseorang anak dapat berkembang jika lingkungan memberikan kesempatan untuk berkembang secara maksimal.
v  Menurut Andi Menpiare (1982:80) dalam hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek dalam lingkungan antara lain:
a.       Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang shingga ia mampu berfikir reflektif.
b.      Banyaknya pengalaman-pengalaman memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berfikir proporsional.
c.        Adanya kebebasan berfikir, sehingga anak dapat memecahkan masalah dan menarik kesimpulan.
Faktor lingkungan seseorang berbeda-beda sehingga informasi dan pengalaman yang diperolehnya pun berbeda-beda, misalnya keluarga, sekolah dan mayarakat.
v  Kita sebagai pendidik harus dapat mengetahui cara untuk meningkatkan perkembangan intelek anak, misalnya :
a.       Menciptakan interaksi yang akrab dengan peserta didik sehingga ia merasa nyaman untuk mengkonsultasikan masalah yang dimilkinya kepada kita.
b.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mecari ilmu atau pengetahuan dari berbagai sumber yang menunjang perkembangan inteleknya.
c.        Meningkatkan pertumbuhan anak, misalnya kegiatan olahraga, memberi gizi yang cukup, dsb. Sehingga perkembangan intelektualnya tidak akan terganggu oleh perkembangan fisik.
d.       Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik agar ia dapat berdialog dan berinteraksi dengan mudah.
Setiap individu memiliki kemampuan berfikir yang berbeda-beda. Ini merupakan tugas guru agar dapat meningkatkan kemampuan intelek anak. Agar kemampuannya dalam berfikir samarata. Kita juga harus bisa mengoptimalkan kemampuan otak anak dalam peningkatan intelek anak dengan mengetahui susunan otak dan teori belahan otak dan bagaimana mengoptimalkannya.
Dari asal katanya, kata intelek berasal dari kosa kata latin: Intellectus yang berarti pemahaman, pengertian, kecerdasan. Dalam pengertian sehari-hari kemudian berarti kecerdasan, kepandaian, atau akal. Pengertian intelek ini berbeda dengan pengertian taraf kecerdasan atau intelegensi. Intelek lebih menunjukkan pada apa yang dapat dilakukan manusia dengan intelegensinya; hal yang tergantung pada latihan dan pengelaman.
2.3  IMPLIKASI TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK terhadap INTELEKTUAL REMAJA.
A.    Implikasi teori konstruktivisme pada pembelajaran diantaranya :
a.       Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yangkeras para sisiwa sedirilah para siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan.
b.      Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para sisiwa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya.
c.       Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu.
d.      Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.
e.       Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
f.       Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
g.      Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.sedangkan
B.     Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar adalah sebagai berikut:
a.       Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
b.      Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas kolaboratif dan refleksi dan interpretasi.
c.       Seseorang yang belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam menginterprestasikannya.
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Jadi teori kontruktivisme adalah sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif juga. Piaget menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru .
Teori konstruktivisme pada dasarnya menekankan pembinaan konsep yang asas sebelum konsep itu dibangunkan dan kemudiannya diaplikasikan apabila diperlukan .
DAFTAR PUSTAKA
Copyright dias dias@webmail.umm.ac.id

Jokosuratno's Blog Just another WordPress.com weblog

http://www.contohmakalah.co.cc/2011/05/pertumbuhan-dan-perkembangan-terhadap.html
ifzanul.blogspot.com/2010/.../teori-belajar-konstruktivistik.html - Cached - Similar
Bermakna.http://209.85.175.132/search?q=cache:l5 Mxjna6c1UJ:rochmad-unnes.blogspot.com/2008/02/tinjauan-filsafat-dan-psikologi.html +4.+Pembelajaran+matematika+berdasarkan+filosofi+kons truktivistik&hl=id&ct=clnk &cd=1&gl=id (di akses 12 Maret 2009)
Nanangwahid.2009.Teori Belajar Konstruktisme.http://209.85.175.132/search?q=cache:57Ip5H6 1RWsJ:one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/teori-belajar-konstruktivisme +teori+belajar+bermakna&hl=id&ct=clnk&cd=6&gl=id&client=firefox-a (di akses 12 Maret 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar